KABARTANAHBUMBU.COM – Program pemberian makan bergizi gratis (MBG) yang dimulai sejak Senin (6/1) menawarkan berbagai menu, seperti nasi ayam teriyaki dengan sayur buncis, nasi ayam goreng tepung, dan hidangan lainnya. Jika dilihat sekilas, menu-menu ini tampak cukup lengkap, dengan karbohidrat dari nasi, serat dari buah dan sayur, serta protein hewani dari ayam.
Namun, apakah menu-menu tersebut sudah memenuhi kebutuhan gizi anak?
Tantangan Memenuhi Gizi Seimbang
Dokter spesialis gizi, Johanes Chandrawinata, menyatakan bahwa dengan dana terbatas, memenuhi komposisi gizi seimbang bisa menjadi tantangan besar. Salah satu kendala utama adalah biaya bahan makanan, terutama sumber protein hewani yang sering kali menjadi komponen termahal dalam menu gizi seimbang.
“Dari beberapa contoh menu yang terlihat, misalnya hanya ada kulit ayam atau ukuran ayam goreng tepung yang sangat kecil sebagai sumber protein hewani. Padahal, protein hewani sangat penting untuk pertumbuhan anak,” ujar Johanes saat dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa (7/1).
Selain itu, biaya operasional seperti tenaga dapur dan margin pengelola juga memengaruhi kualitas makanan yang disediakan.
Bujet Terbatas, Hanya Penopang Gizi Tambahan
Dengan anggaran Rp10 ribu per porsi untuk satu sajian MBG, Johanes menyatakan bahwa menu ini hanya cocok sebagai penopang atau makanan tambahan, tetapi bukan untuk menggantikan kebutuhan makan utama anak.
“MBG ini bisa menjadi tambahan gizi, tetapi bukan makanan utama. Sebab, anak tetap membutuhkan dua kali makan lainnya di rumah,” kata Johanes.
Program ini juga menghadapi tantangan karena semua anak mendapatkan menu yang sama, meskipun kondisi gizi dan kebutuhan mereka bisa berbeda-beda. Hal ini menyulitkan dalam menyesuaikan menu dengan kebutuhan masing-masing anak.
“Memang ada perbedaan kebutuhan gizi anak berdasarkan kesehatan, berat badan, dan faktor lainnya. Namun, karena ini adalah program untuk semua, sulit untuk membedakan menu bagi setiap anak,” jelasnya.
Peran Orang Tua dalam Memenuhi Kebutuhan Gizi Anak
Ahli gizi Tan Shot Yet juga menekankan bahwa program MBG tidak bisa menjadi satu-satunya solusi untuk memenuhi kebutuhan gizi harian anak. Orang tua tetap memegang tanggung jawab utama dalam menyediakan makanan bergizi melalui sarapan, kudapan, dan makan malam di rumah.
“Jika tujuan akhir adalah menciptakan generasi anak yang cerdas, maka MBG hanya akan menjadi salah satu penunjang. Asupan gizi lainnya yang diberikan di rumah tetap harus diprioritaskan,” kata Tan.
MBG juga bisa dimanfaatkan sebagai sarana edukasi untuk masyarakat, memberikan contoh pola makan bergizi yang seimbang.
“Jika menu dalam program ini mengikuti pedoman ‘Isi Piringku’ yang mencakup lauk hewani, sayur, dan buah, maka ini akan menjadi langkah penting untuk menanamkan kebiasaan makan sehat,” tambahnya.
Pendekatan Lokal untuk Efisiensi
Tan juga menyarankan bahwa anggaran terbatas sebesar Rp10 ribu per porsi bisa diakali dengan pendekatan lokal yang lebih efisien. Dengan pendekatan ini, anak-anak bisa tetap memenuhi kebutuhan gizi sesuai pedoman ‘Isi Piringku’ dari Kementerian Kesehatan.
“Makan bergizi sebenarnya tidak mahal jika mengikuti pedoman ‘Isi Piringku’ dan menggunakan produk lokal,” jelas Tan.
Sebagai contoh, menu sederhana di daerah Cianjur bisa terdiri dari pepes ikan mas, daun singkong, serta buah seperti mangga, pisang, atau pepaya. Pendekatan ini tidak hanya murah tetapi juga mendorong penggunaan sumber daya lokal.
“Jika setiap menu makan anak mencakup lauk hewani, sayur, dan buah, insya Allah anak-anak Indonesia akan tumbuh sehat,” pungkas Tan.
