Pajak Penghasilan Buruh Padat Karya Dibebaskan, Kemenperin Buka Suara

Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto resmi mengumumkan insentif pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 yang ditanggung pemerintah (PPh DTP) bagi pekerja di sektor padat karya dengan gaji antara Rp 4,8 juta hingga Rp 10 juta per bulan. Pembebasan pajak penghasilan ini rencananya akan mulai berlaku pada 1 Januari 2025.

Direktur Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki (ITKAK) Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Adie Rochmanto Pandiangan, memberikan respons positif terhadap kebijakan ini. Ia menjelaskan bahwa kondisi saat ini, terutama di sektor industri padat karya, sangat kompleks, sehingga keputusan pemberian insentif tersebut menjadi sangat penting.

Adie menambahkan bahwa daya beli masyarakat saat ini sedang menurun, dan barang-barang yang tidak terserap pasar bisa mengarah pada deflasi. Oleh karena itu, kebijakan pemerintah yang menaikkan Upah Minimum Provinsi (UMP) dinilai sangat tepat. “Jika (UMP) naik, biaya produksi industri akan meningkat, namun output tetap harus disesuaikan. Sementara itu, banyak industri yang sudah memiliki kontrak jangka panjang dengan nilai tetap, sehingga tidak bisa menambah biaya,” ujarnya.

Menurut Adie, kebijakan pemerintah ini sangat penting agar semuanya tetap seimbang. “Oleh karena itu, kebijakan ini juga menjadi relaksasi bagi industri agar tidak kolaps. Jika tidak, industri bisa pindah ke negara lain, seperti Vietnam. Langkah pemerintah ini bertujuan untuk menyeimbangkan semua faktor yang ada,” tambahnya.

Insentif PPh Pasal 21 DTP ini hanya akan berlaku untuk tiga sektor padat karya, yaitu sektor tekstil, sepatu, dan furnitur. Artinya, para pekerja di ketiga sektor ini akan mendapatkan pembebasan pajak penghasilan yang sepenuhnya ditanggung oleh pemerintah.

Sebagai informasi, pemerintah telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 680 miliar untuk pemberian insentif PPh Pasal 21 DTP bagi pekerja di sektor padat karya dengan gaji hingga Rp 10 juta per bulan.